You are currently viewing GURU ‘PIKAT’ GURU MASA DEPAN

GURU ‘PIKAT’ GURU MASA DEPAN

  • Post author:
  • Post category:Opini

GURU ‘PIKAT’ GURU MASA DEPAN

*Titik Dwi Ramthi Hakim

Perubahan yang terjadi di berbagai bidang kehidupan akan melahirkan tantangan di masa yang akan dating, tidak terkecuali pendidikan. Hal ini memacu diadakannya revitalisasi pendidikan. Hal ini diharapkan dapat menjawab segala masalah dan tantangan di masa yang akan datang, serta membawa perubahan ke arah yang lebih baik pada segala bidang kehidupan masyarakat. Perubahan itu dapat diwujudkan dengan menjalankan dua landasan, yaitu pertama, pendidikan harus diletakkan dalam empat pilar: belajar mengetahui (learning to how), belajar melakukan (learning to do), belajar hidup dalam kebersamaan (learning to live together), dan belajar menjadi (learning to be); kedua belajar seumur hidup (life long education).

Sebagai komponen dalam pendidikan, guru memiliki peran penting dan tanggung jawab yang besar dalam menghadapi tantangan masa depan, menyiapkan generasi berikutnya yang akan melanjutkan keberlangsungan bangsa. Hanya guru ‘PIKAT’ yang dapat menjawab semua tantangan itu. Bagaimanakah sosok guru ‘PIKAT’?  Andakah yang akan menjadi guru ‘PIKAT’, guru masa depan tersebut?

 

PROFESIONAL

Guru adalah tenaga kerja yang mempunyai tugas dan tanggung jawab kemanusiaan yang besar dan berkaitan dengan proses pendidikan bangsa ini. Guru diharapkan mampu membawa bangsa melepaskan diri dari belenggu kebodohan. Pada prosesnya dituntut profesionalitas yang tinggi.

Menurut UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 ayat 10, disebutkan “Kompetensi adalah seperangTITIK DWI RAMTHI H, M.Pd.kat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”. Sedangkan menurut PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 28, Ayat 3, menyatakan “Kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: (a) kompetensi pedagogik, (b) kompetensi kepribadian, (c) kompetensi profesional, dan (d) kompetensi sosial.

Sebagai guru perlu kiranya mengingat peran dalam pembelajaran. Peran ini dapat diartikan sebagi tuntutan atas keprofesionalannya. Pullias dan Young (1988), Manan (1990), dan Yelon dan Weinstein (1997) mengidentifikasi sedikitnya 19 peran guru. Peran tersebut antara lain guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasihat, pembaharu, model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa cerita, aktor, emansipator, evaluator, pengawet, dan kulminator.  Dalam sebuah seminar, seorang guru menyebutkan bahwa peran guru sebagai ‘EMASLIM’ yang merupakan singkatan dari educator, manager, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator. Pertanyaan berikutnya, dapatkah Anda memainkan peran-peran tersebut?

 

INOVATIF

            Sebagai inovator, guru hendaknya memberikan sesuatu yang baru, yang unik, berbeda, menarik, dengan tetap mengedepankan ketercapaian tujuan pembelajaran. Tentu saja hal ini bukan hal yang ‘enteng’ mengingat sesungguhnya tidak ada hal yang benar-benar baru. Semua merupakan pengulangan dan pengembangan dari yang sudah ada.  Inovasi ini bisa menyentuh dalam aspek proses atau kegiatan pembelajaran. Penggunaan media dan sarana, prasarana pembelajaran. Mengelola pengalaman-pengalaman dari luar diri dan mengemasnya dalam pembelajaran. Diharapkan dengan kegiatan, penggunaan media yang heterogen dapat menambah nilai dan pelayanan pembelajaran kepada siswa.

Berawal dari asumsi belajar sebagai proses individual, proses sosial, kegiatan menyenangkan, dan belajar sebagai kegiatan tidak pernah berhenti, guru bisa memperbarui dengan paradigma belajar menjadi proses belajar-mengajar (yang belajar bukan hanya siswa), penilaian sebagai kegiatan perbaikan terus menerus, guru bukan satu-satunya sumber belajar mengingat perkembangan IPTEK yang kian cepat, serta belajar sebagai upaya mempersiapkan diri secara mandiri, bekerja sama, juga berpikir kritis dalam memecahkan masalah atau mempersiapkan diri menghadapi persaingan internasional (globalisasi).

 

 KREATIF

Guru kreatif didukung kemampuan memberikan gagasan-gagasan baru, menciptakan, mengimajinasikan, melalukan inovasi dan bentuk pembaruan lainnya. Beberapa karakteristik seseorang yang kreatif yaitu, terbuka pada hal yang baru, fleksibel dalam berpikir dan merespon, berani berpendapat dan tak mudah terpengaruh orang lain, menghargai fantasi, tertarik pada kegiatan kreatif, toleran, rasa ingin tahu yang besar, berani mengambil risiko, percaya diri dan mandiri, bertanggung jawab dan komitmen terhadap tugas, tekun dan tidak cepat bosan, peka terhadap lingkungan, berorientasi masa kini dan masa depan, memiliki citra diri dan emosional yang baik, tertarik pada hal yang abstrak, holistik, dan teka-teki, memiliki gagasan yang orisinal, memiliki minat yang luas, kritis, serta kesadaran etik-moral dan estetik yang tinggi.

Seorang guru yang kreatif akan menciptakan dan menumbuhkan kreativitasnya pada diri siswa. Sehingga pada setiap pembelajaran siswa tetap dapat melakukan “SNM”[1] (Senyum, Nikmati, dan Mengerti). Siswa akan selalu merasa gembira dan menikmati proses dan mencapai semua tujuan pembelajaran.

 

ANTUSIAS

            Pembahasan antusias pada tulisan ini adalah semangat yang ditunjukkan dalam keseriusan guru mengelola segenap komponen pembelajaran. Juga semangatnya saat pembelajaran. Antusias juga bisa ditunjukkan pada pemberian perhatian kepada siswa, baik dalam proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Seseorang yang bersemangat akan selalu mengeluarkan energi positif bagi sekelilingnya. Diharapkan guru yang bersemangat dapat pula menyemangati siswa dalam mencapai cita-cita. Antusias guru juga bisa ditunjukkan saat merespon segala bentuk sikap, ide atau gagasan, maupun karya siswa.

 

TELADAN

Kita belajar lebih banyak dari apa yang kita lihat dan lakukan, bila dibandingkan dengan belajar dari apa yang kita dengar. Kata-kata memang dapat menggerakkan orang, namun teladan itulah yang menarik hati. Jelas dalam hal ini jika siswa sudah tertarik maka dengan sendirinya ia akan melakukan hal, mempelajari sesuatu, dan menguasai kompetensi yang sudah ditentukan. Ki Hadjar Dewantara, tokoh pendidikan di Indonesia terkenal dengan semboyannya bagi guru Ing Ngarso Sungtuladha (di sepan memberi teladan), Ing Madya Mangun Karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa),dan Tut Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan). Keteladanan menjadi salah satu hal klasik bagi berhasilnya sebuah tujuan pendidikan karakter. Guru dalam bahasa Jawa pun berarti digugu (didengar) lan ditiru (ditiru).

Mengutip sambutan Soekarno di hadapan guru Taman Siswa, “ Guru yang sifatnya hijau akan “beranak” hijau, guru yang hakikatnya hitam akan “beranak hitam”. Saya tidak mau masuk ke dalam golongannya orang-orang yang mengatakan, bahwa guru bisa ‘main komedi’ kepada anak-anak: di muka anak-anak dengan muka angker hanya mengasih pengajaran, pengajaran yang termuat dalam lessontes saja, tetapi di belakang anak-anak itu berjiwa lain, berjiwa fasis atau anarkis, atau nasionalis atau komunis, bertindak seperti orang yang tidak berani membunuh nyamuk, atau bertindak seperti bandit…. Tidak, guru tidak bisa ‘main komedi’ guru tidak bisa mendurhakai ia punya jiwa sendiri. Guru hanya bisa mengajarkan apa dia itu sebenarnya. Men kan niet onderwijzen wat men will, men kan niet onderwijzen wat meen weet, men kan allen onderwijzen wat men is (manusia tidak bisa mengajarkan sesuatu sekehendak hatinya, manusia tidak bisa mengajarkan apa yang tidak dimilikinya, manusia hanya bisa mengajarkan apa yang ada pada dirinya).

Kutipan di atas menjelaskan bahwa sesungguhnya guru adalah pelajaran bagi siswa. Setiap pengetahuan, pengalaman, bahkan tingkah laku guru akan diamati dan dipelajari oleh siswa. dengan kata lain, karakter guru akan sangat memengaruhi karakter siswa. Jangan salahkan siswa jika melakukan tindak kekerasan terhadap teman misalnya. Karena ternyata guru yang mengajari mereka pun tidak dengan cara-cara yang mendidik. Jangan salahkan siswa sering terlambat dating ke sekolah jika demikian dengan gurunya. Bagaimana mungkin seorang guru melarang siswanya merokok, jika diri sendiri merokok dan dapat diperhatikan langsung siswa. Maka dapat disimpulkan bahwa, guru yang berhasil mendidik, tentulah lebih dulu berhasil mendidik dirinya sendiri. Guru tersebut tidak hanya memberikan contoh, melainkan ia menjadi contoh.

 

Membangun peradaban yang unggul melalui pendidikan memerlukan komitmen yang kuat dari semua pihak, tidak hanya pemerintah, melainkan masyarakat, guru, juga peserta didik itu sendiri. Kiranya jika setiap insan dalam bangsa ini menyadari dirinya sebagai pembelajar dan pengajar, tentulah dengan penuh kesadaran akan mendidik diri masing-masing. Karena diri sadar betul akan menjadi contoh bagi diri lain. Hal ini diperlukan guna menjawab tantangan di masa dating dan guna menyelesaikan masalah yang terjadi kini.
Guru hendaknya meningkatkan kualitas diri dan keprofesionalannya. Mencoba berinovasi dalam pembelajaran. Menggunakan metode, teknik, juga media yang beragam. Menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Mempersiapkan generasi penerus bangsa yang cerdas komprehensif dan kompetitif.  Guru ‘PIKAT’ diharapkan dapat mewujudkan peradaban yang unggul di masa yang akan datang.

Akhirnya, teringat sebuah ungkapan sebagai penutup, “Bad teacher tells, good teacher shows, great teacher inspires”. Guru yang tidak baik bercerita. Guru bagus memberi contoh. Guru hebat memberi inspirasi. Kitakah guru ‘PIKAT’ itu?

 

 

[1] Senyum, Nikmati, dan Mengerti (singkatan dari penulis)